Syaikh kami Abu Muhammad sholah
kentusy -hafizahullah wa ro’aah- di salah satu dars ushul alfiqhnya
dalam pembahasan “ijma'”(kesepakatan ulama mujtahidin setelah
meninggalnya rosulullah) menyebutkan sebuah kisah -yang mudah mudahan
kita bisa mengambil beberapa pelajaran darinya-, kisahnya sebagai
berikut:
Asy syaikh alallamah muqbil bin
hady -rohimahullah- di salah satu durus ‘aamah di tanya oleh salah
seorang hadirin dalam majlis tersebut tentang hukum sebuah permasalahan
fiqhiyah, lalu beliau menjawab: hukum permasalahan ini begini dan
begini. Dan hadir juga di majlis itu syaikhuna abu abdillah abdurrahman
al’adeny -hafizahullah- beliau mengangkat tangan dan dengan penuh adab
beliau berkata: ya syaikh.. fulan bin fulan dari kalangan aimmah
menukilkan IJMA’ dalam kitab fulany bahwa hukum dari permasalahan yg
ditanyakan tadi kebalikan dari yang anda sebutkan…
Maka asy syaikh muqbil disaat itu juga mengatakan : astagfirullah.. arji’… arji’… (saya ruju’.. saya ruju’..).selesai penukilan dari abu muhammad sholah kentusy.
Maka asy syaikh muqbil disaat itu juga mengatakan : astagfirullah.. arji’… arji’… (saya ruju’.. saya ruju’..).selesai penukilan dari abu muhammad sholah kentusy.
Beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah diatas diantaranya:
1. Ijma’ adalah hujjah dan
termasuk salahsatu dari dalil dalil syar’iyyah. Diantara dalil yang
menunjukkan bahwa ijma adalah hujjah adalah hadits
((لا تجتمع أمتي على ضلالة))
“Umatku tidak akan bersepakat diatas kesesatan”
Kalau mustahil umat ini (yaitu ulamanya) menyepakati kesesatan, maka menunjukkan apa yang mereka sepakati adalah haq dan hujjah.
2. BERSEGERA UNTUK
KEMBALI KEPADA ALHAQ KETIKA MENGETAHUINYA DAN MENERIMANYA DAN TIDAK
MEMANDANG DARI MANA DATANGNYA ALHAQ TERSEBUT.
apakah itu datangnya dari gurunya
atau muridnya,dari temannya atau rivalnya, bahkan dari syaithon, alhaq
lebih berhak untuk diikuti. Tapi perlu dibedakan antara MENERIMA alhaq
dengan MENGAMBIL/MENCARI alhaq,klo terbukti itu adalah alhaq maka wajib
kita menerimanya dari siapapun datangnya, tapi kalau dalam bab
mengambil/mencari alhaq maka tidak boleh kita mencari/mempelajari alhaq
kecuali dari ahlinya yang terpercaya yaitu alhul ilmi dari ahlussunnah
tidak boleh mencari alhaq dari ahlul bida’ wadh dholal.
3.pembinaan dan bimbingan ulama
terhadap murid muridnya secara khusus dan kepada kaum muslimin
keumumannya untuk tidak taklid(fanatik) buta dan taashshub terhadap
dirinya dan tidak segan untuk menegur apabila didapati kesalahan
tentunya dengan tetap menjaga adab dan rasa hormat terhadap mereka.
4. BUKAN SUATU AIB
SESEORANG MENGAKUI KESALAHAN DAN KEMBALI KEPADA KEBENARAN BAHKAN
MERUPAKAN BENTUK RIF’AH DAN KEMULIAAN JIKA DILAKUKAN DENGAN JUJUR DAN
PENUH KEIKHLASAN
Semoga kita dapat mengambil ibroh dari kisah yang singkat ini
Akhukum fillah : afif abul aliyah alatsary