Syi’ah dan Kemaksuman Para Imam

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgP05ua6O9nftPsphyphenhyphenyaRBu7r4CXG9avLa8It6M5ooNRl6itXgVIlZqW2TxZpdefSe7rGfqza4zBZHbiszsuE7kqnbUWuuSw-gyQvg4j4DCGrERHaQdfh2hQHd9l93a8M7Kem6RTLg89oBc/s1600/Al-Haq+%25285%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgP05ua6O9nftPsphyphenhyphenyaRBu7r4CXG9avLa8It6M5ooNRl6itXgVIlZqW2TxZpdefSe7rGfqza4zBZHbiszsuE7kqnbUWuuSw-gyQvg4j4DCGrERHaQdfh2hQHd9l93a8M7Kem6RTLg89oBc/s640/Al-Haq+%25285%2529.jpg" width="640" /></a></div> <br /> <div style="text-align: center;"> <b>SYI’AH DAN KEMAKSUMAN PARA IMAM</b></div> <div style="text-align: center;"> <b> </b> </div> <div style="text-align: left;"> <div style="text-align: center;"> <span style="color: #993300;"><i>Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal</i></span><br /> <br /> </div> </div> <div style="text-align: justify;"> Kaum Syiah Rafidhah meyakini bahwa 12 imam mereka memiliki sifat <i>ishmah (</i>maksum). Menurut mereka, maksum adalah tidak pernah berbuat dosa besar ataupun kecil, bahkan tidak pernah melakukan kesalahan sama sekali, baik ucapan maupun perbuatan. Disebutkan oleh al-Majlisi dalam<i>Biharul Anwar</i>, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya Syiah Imamiyah (Rafidhah, -pen.) bersepakat atas kemaksuman para imam—‘alaihimus salam—dari dosa-dosa, yang kecil dan yang besar. Mereka sama sekali tidak memiliki dosa, baik secara sengaja, lupa, keliru dalam penakwilan, maupun Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> yang menjadikannya lalai.” (<i>Biharul Anwar</i>, 25/211, <i>Ushul</i> <i>Madzhab asy-Syiah</i>, 775)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Demikian pula yang ditegaskan oleh seorang tokoh Syiah yang hidup di abad keempat, Ibnu Babawaih. Ia berkata, “Agama Syiah Imamiyah menyatakan, ‘Keyakinan kami tentang para imam, mereka adalah maksum, disucikan dari setiap kotoran, tidak pernah berbuat dosa kecil ataupun besar, dan tidak pernah bermaksiat kepada Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> dalam hal yang Allah <i>Subhanahu wata’ala</i> perintahkan, serta senantiasa mengerjakan apa saja yang diperintahkan. Siapa yang mengingkari kemaksuman mereka dalam keadaan apa pun, sungguh ia telah menuduh mereka jahil. Siapa yang menuduh mereka jahil, sungguh ia telah kafir. Keyakinan kami terhadap mereka bahwa mereka maksum, memiliki sifat yang sempurna dan ilmu yang sempurna dari awal urusan mereka hingga akhirnya. Setiap keadaan mereka tidak memiliki sifat kekurangan, maksiat, dan tidak pula kejahilan’.” (<i>al-I’tiqadat</i>, hlm. 108—109, <i>Ushul Madzhab Syiah</i>, 780)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Mereka juga berkata, “Sesungguhnya para sahabat kami dari kalangan Syiah Imamiyah telah bersepakat bahwa para imam itu maksum dari berbagai dosa kecil ataupun besar, secara sengaja, keliru, ataupun lupa, sejak mereka lahir hingga bertemu Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>.” (<i>Biharul</i> <i>Anwar</i>, 25/350—351)</div> <div style="text-align: justify;"> Kesimpulan dari apa yang disebutkan di atas, bahwa:</div> <ol> <li>Yang dimaksud maksum menurut versi Syiah adalah tidak pernah berbuat dosa apa pun, kecil atau besar, bahkan tidak pernah keliru, lalai, dan lupa.</li> <li>Kemaksuman para imam adalah hal yang telah disepakati/ijma’ ulama.</li> <li>Siapa yang mengingkari kemaksuman para imam, dia kafir dan keluar dari Islam.</li> </ol> <div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> Anehnya, tatkala menafikan adanya sifat <i>sahwu </i>(lupa) dari para imam, mereka menetapkan bahwa Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> mengalami kelupaan. Mereka anggap pendapat yang mengingkari adanya sifat lupa dari Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> sebagai mazhab yang <i>ghuluw </i>dan melampaui batas. Al-Majlisi berkata dalam kitabnya, <i>Man</i> <i>La Yahdhuruhul Faqih</i>, “Sesungguhnya para <i>ghulat </i>(kelompok yang berlebihlebihan) dan ahli <i>tafwidh</i>—semoga Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> melaknat mereka—mengingkari sifat lupa Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>.<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Mereka berkata, ‘Seandainya bisa terjadi kelupaan di dalam shalat, bisa pula terjadi kelupaan dalam menyampaikan agama. Sebab, shalat adalah kewajiban sebagaimana halnya meyampaikan agama juga kewajiban… Lupanya Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> tidak sama dengan lupanya kita karena lupa beliau <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> mberasal dari Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>. Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> yang menjadikannya lupa dalam rangka mengabarkan bahwa beliau adalah manusia biasa dan seorang makhluk, sehingga tidak dijadikan sebagai Rabb yang disembah selain-Nya.<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Selain itu untuk menerangkan kepada manusia hukum sujud sahwi saat terjadi kelupaan. Adalah Syaikh kami, Muhammad bin al-Hasan bin Ahmad bin al-Walid berkata, ‘Tingkatan <i>ghuluw </i>yang pertama adalah mengingkari bahwa Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> pernah lupa. Aku mengharapkan pahala dari Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> untuk menulis sebuah kitab khusus yang menetapkan sifat lupa bagi Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> dan bantahan terhadap para pengingkarnya’.” (<i>Man La Yahdhuruhul</i> <i>Faqih</i>, 1/234)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Bahkan, ar-Ridha menetapkan bahwa sifat lupa dapat dialami oleh siapa saja, bahkan para imam mereka sekalipun. Ia berkata, “Sesungguhnya yang tidak pernah lupa hanyalah Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>. Kitab kitab Syiah banyak meriwayatkan berita tentang lupanya Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> dalam shalat.” (<i>Man La Yahdhuruhul Faqih</i>, 1/233)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Oleh karena itu, dalam kitab-kitab Syiah sendiri banyak sekali dinukil bahwa para imam mereka mengalami kesalahan dan kelupaan.Di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah yang disebutkan dalam kitab <i>Nahjul Balaghah</i>—salah satu kitab kebanggaan kaum Syiah—tentang doa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib <i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i>,</div> <blockquote class="tr_bq"> <div dir="rtl" style="text-align: right;"> <span style="font-size: large;">اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي فَإِنْ عُدْتُ فَعُدْ عَلَيَّ باِلْمَغْفِرَةِ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا وَأَيْتُ مِنْ نَفْسِي وَلَمْ تَجِدْ لَهُ وَفَاءً عِنْدِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا تَقَرَّبْتُ بِهِ إِلَيْكَ بِلِسَانِي ثُمَّ خَالَفَ قَلْبِي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي رَمَزَاتِ الْأَلْحَاظِ وَسَقَطَاتِ الْأَلْفَاظِ وَشَهَوَاتِ الْجِنَانِ وَهَفَوَاتِ اللِّسَان</span></div> </blockquote> <div style="text-align: justify;"> <br /> <i>“Ya Allah, ampunilah aku sesuatu yang Engkau lebih mengetahui dariku, dan jika aku mengulanginya, kembalilah kepadaku dengan ampunan-Mu. Ya Allah, ampunilah aku terhadap apa yang aku janjikan pada diriku lalu Engkau mendapatiku tidak menepatinya. Ya Allah, ampunilah aku terhadap sesuatu yang aku mendekatkan diri kepada-Mu dengan lisanku, tetapi hatiku menyelisihinya. Ya Allah, ampunilah aku dari cibiran</i><i> </i><i>mata (merendahkan atau mengolok</i><b>–</b><i>olok, –</i>pen.<i>), dan</i><i> </i><i>ketergelinciran lafadz</i><i> </i><i>ucapan, syahwat hati, dan kekeliruan</i><i> </i><i>lisan.” </i>(<i>Nahjul Balaghah</i>, hlm. 104)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Seandainya Ali bin Abi Thalib <i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i> dianggap sebagai imam yang maksum, lantas mengapa beliau berdoa memohon ampunan kepada Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>  dari segala dosa dan kesalahan, sebagaimana yang disebutkan oleh riwayat ini? Demikian pula, mereka meriwayatkan dari Abu Abdillah Ja’far ash-Shadiq bahwa beliau berkata,</div> <blockquote class="tr_bq"> <div dir="rtl" style="text-align: right;"> <span style="font-size: large;">إِنَّا لَنُذْنِبُ وَنَسِيءُ ثُمَّ نَتُوبُ إِلَى اللهِ مَتَابًا</span></div> </blockquote> <div style="text-align: justify;"> <br /> <i>“Sesungguhnya kami berbuat dosa</i><i> </i><i>dan keburukan, lalu kami bertobat kepada</i><i> </i><i>Allah </i><i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> <i>dengan sebenar-benarnya.”</i><i> </i>(<i>Biharul Anwar</i>, 25/207)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Kaum Syiah juga meriwayatkan dari salah seorang imam mereka, Abul Hasan Musa al-Kazhim, ia berkata, “Wahai Rabbku, aku bermaksiat kepada-Mu dengan lisanku. Seandainya Engkau berkehendak, tentu Engkau telah menjadikanku bisu. Aku bermaksiat kepada-Mu dengan pandanganku, jika Engkau ingin, tentu Engkau telah menjadikanku buta. Aku telah bermaksiat kepada-Mu dengan pendengaranku,jika Engkau ingin, tentu Engkau telah menjadikanku tuli. Aku bermaksiat kepadamu dengan tanganku, jika Engkau ingin, tentu Engkau telah menjadikanku buntung. Aku telah bermaksiat kepada- Mu dengan kemaluanku, jika Engkau ingin, Engkau telah menjadikanku mandul. Aku bermaksiat kepada-Mu dengan kakiku, jika Engkau ingin, tentu Engkau telah menjadikanku lumpuh. Aku telah bermaksiat kepada-Mu dengan seluruh anggota tubuhku yang telah Engkau berikan kepadaku sebagai kenikmatan, dalam keadaan aku tidak mampu membalas-Mu.” (<i>Biharul Anwar</i>, 25/203)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Masih banyak riwayat yang terdapat dalam kitab-kitab kaum Syiah sendiri yang menetapkan bahwa para imam pun tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, al-Majlisi bingung menyikapi masalah kemaksuman para imam ini karena banyak riwayat yang menunjukkan bahwa para imam mereka pun mengalami kelupaan dan kesalahan. Sementara itu, di sisi lain dia harus berhadapan dengan pernyataan para tokoh Syiah lainnya yang menganggap hal ini sebagai ijma’ dan mengafirkan orang yang mengingkari kemaksuman para imam. Ia berkata, “Masalah ini memang sangat rumit. Sebab, banyak riwayat dan ayat yang menunjukkan adanya kelupaan yang mereka (para imam, -pen.) alami, padahal para sahabat kami bersepakat—kecuali yang ganjil pendapatnya—tidak bolehnya hal tersebut terjadi pada mereka.” (<i>Biharul Anwar</i>, 25/351, <i>Ushul Madzhab Syiah</i>, 782)</div> <div style="text-align: justify;"> <h4> <b>Maksum Versi Ahlus Sunnah</b></h4> </div> <div style="text-align: justify;"> Adapun Ahlus Sunnah meyakini bahwa para Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam </i>terpelihara dan terjaga dalam menyampaikan wahyu yang datang dari Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> kepada umatnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat bahwa mereka (para Nabi) adalah maksum (terpelihara) dalam hal yang mereka sampaikan dari Allah <i>Subhanahu wata’ala</i>. Tidak mungkin Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>membiarkan mereka salah menyampaikan risalah dari-Nya. Dengan ini, tercapailah tujuan diutusnya (par rasul). Adapun sebelum diutus sebagai nabi tidak pernah bersalah atau berbuat dosa, tidak ada keharusan seperti itu dalam sifat kenabian.” (<i>Minhajus Sunnah</i>, Ibnu Taimiyah, 2/395)<br /> <br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Sumber: <a href="http://asysyariah.com/kajian-utama-syiah-dan-kemaksuman-para-imam/" target="_blank"><b>Majalah Asy Syariah</b></a></div>

Syi’ah dan Kemaksuman Para Imam

SYI’AH DAN KEMAKSUMAN PARA IMAM   Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal Kaum Syiah Rafidhah meyakini bahwa 12 imam mereka memiliki sifat ishmah (maksum). Menurut mereka, maksum adalah tidak pernah…

Read more »

Syi’ah dan Imamah

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_MIVT2YKnxFdkleMDHSHjdOwpVZntwkod3tFuYjBNt3VGPMf4zKcmPGovV059_rjBqYK1JtqIVosp5TZQq5-YFPd5gyz-po0ubvS867wZLPkotEwKg36RJ-9MdXuYvwb5GHYoNvGgRFrv/s1600/Al-Haq+%25284%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_MIVT2YKnxFdkleMDHSHjdOwpVZntwkod3tFuYjBNt3VGPMf4zKcmPGovV059_rjBqYK1JtqIVosp5TZQq5-YFPd5gyz-po0ubvS867wZLPkotEwKg36RJ-9MdXuYvwb5GHYoNvGgRFrv/s640/Al-Haq+%25284%2529.jpg" width="640" /></a></div> <br /> <div style="text-align: center;"> <b>SYI’AH DAN IMAMAH</b></div> <div style="text-align: center;"> <b> </b> </div> <div style="text-align: center;"> <span style="color: #993300;"><i>Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal</i></span></div> <br /> <div style="text-align: justify;"> Keimaman dalam agama Syiah adalah prinsip yang paling utama. Seluruh keyakinan dan seluruh riwayat mereka kembali kepada masalah keimamahan ini. Masalah imamah (kepemimpinan) inilah yang menjadi inti ajaran dan asal muasal lahirnya pemikiran Syiah yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’. Kitab-kitab Syiah mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang yang pertama memopulerkan keyakinan wajibnya meyakini kepemimpinan (keimamahan) Ali bin Abi Thalib<i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i>, menampakkan sikap berlepas diri dari musuh-musuhnya, dan menyingkap para penentangnya, serta mengafirkan mereka. (<i>Rijal al-Kisysyi</i>, hlm.108—109, <i>al-</i> <i>Maqalat wal Firaq</i>, hlm. 20 karya an Nubakhti, <i>Ushul Madzhab asy-Syiah</i>, hlm. 654)</div> <div style="text-align: justify;"> Itu pula yang ditetapkan oleh Ahlus Sunnah, sebagaimana yang disebutkan oleh asy-Syahrastani dalam <i>al-Milal</i> <i>wa an-Nihal </i>bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang pertama yang memunculkan pendapat tentang keimamahan Ali <i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i>. (<i>al-Milal wa an-Nihal</i>,1/174)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Menurut kaum Syiah, pengangkatan imam adalah janji yang telah ditetapkan Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> kepada mereka satu per satu. Dalam kitab <i>al-Kafi </i>disebutkan sebuah bab dengan judul “Imamah Adalah Janji dari Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> yang Telah Ditetapkan dari Seseorang kepada yang Lain”. Ada juga bab “Nash yang Disebutkan Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> dan Rasul-Nya Terhadap Para Imam Satu Persatu”. (<i>al-Kafi</i>, 1/227 dan 1/286)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Salah seorang tokoh rujukan Syiah, Muhammad Husain Alu Kasyifil Ghitha, berkata, “Imamah adalah kedudukan ilahiah seperti halnya kenabian. Sebagaimana halnya Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> memilih siapa yang Dia kehendaki dari parahamba-Nya menjadi nabi dan rasul, lalu menguatkannya dengan mukjizat sebagai pembuktian nash dari Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>…, demikian pula Dia memilih siapa yang dikehendaki-Nya menjadi imam dan memerintah Nabi-Nya untuk menyebutkannya secara tegas, dan mengangkatnya sebagai pemimpin bagi umat manusia setelahnya.” (<i>Ashlus Syiah</i> <i>wa Ushuluha</i>, hlm. 58, <i>Ushul Madzhab</i> <i>asy-Syiah</i>, hlm. 655)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <h4 style="text-align: justify;"> <b>Kedudukan <i>Imamah </i>dalam Agama Syiah</b></h4> <div style="text-align: justify;"> Di dalam agama Syiah, kedudukan imamah jauh lebih mulia dari kedudukan seorang nabi utusan Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i>. Inilah yang dijelaskan oleh para tokoh Syiah. Ni’matullah al-Jazairi berkata, “Keimamahan yang bersifat umum yang merupakan kedudukan di atas tingkatan kenabian dan kerasulan….” (<i>Zahrur Rabi’</i>, hlm. 12)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadi at-Taharani berkata, “Keimaman lebih agung daripada kenabian. Sebab, keimamahan adalah kedudukan ketiga yang Allah <i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> memuliakan Ibrahim dengannya setelah kedudukan nabi dan khalil.” (<i>Wadayi’ an-Nubuwah</i>, hlm. 114)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ia juga mengatakan, “Sesungguhnya yang paling agung dalam agama yang Allah <i><i>Subhanahu wata’ala </i></i>mengutus Nabi-Nya ini adalah masalah imamah.” (<i>Wadayi’ an-Nubuwah</i>, hlm. 115)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Ja’far, ia berkata, “Islam dibangun di atas lima hal: shalat, zakat, puasa, haji, dan keimaman (kepemimpinan). Tidak ada sesuatu yang lebih penting untuk didakwahkan selain kepemimpinan. Namun, manusia mengambil yang empat dan meninggalkan yang satu ini.” (<i>Ushul al-Kafi</i>, 2/18)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perhatikanlah riwayat yang mereka sebutkan di atas… Mereka menjadikan masalah imamah sebagai pengganti dua kalimat syahadat!! Di samping itu, menjadikannya sebagai rukun Islam yang terpenting. Adakah kesesatan yang melebihi kesesatan mereka ini?</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <h4 style="text-align: justify;"> <b>Berapa Jumlah Imam?</b></h4> <div style="text-align: justify;"> Kaum Syiah berselisih pendapat dalam menyebutkan jumlah imam mereka. Disebutkan dalam <i>Mukhtashar at-Tuhfah</i>, “Ketahuilah bahwa Imamiyah berpendapat bahwa jumlah imam itu terbatas, namun mereka berselisih tentang jumlahnya. Sebagian mengatakan lima, sebagian lagi mengatakan tujuh, sebagian lagi mengatakan delapan, sebagian lagi mengatakan dua belas, dan sebagian mengatakan tiga belas.” (<i>Mukhtashar</i> <i>Tuhfah</i>, hlm.193, <i>Ushul Madzhab asy-</i> <i>Syiah</i>, hlm. 666)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian terjadi kesepakatan bahwa jumlah imam terbatas menjadi dua belas, setelah meninggalnya al-Hasan al-Askari yang dianggap sebagai imam kesebelas. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Tidak ada seorang pun dari keturunan keluarga Nabi dari bani Hasyim,<i>’</i>baik di masa Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam, Abu Bakr, Umar, Utsman, maupun Ali Radhiyallahu ‘anhuma, yang berpendapat bahwa imam itu berjumlah dua belas.” (<i>Minhajus Sunnah</i>, 2/111) Beliau juga berkata, “Sebelum wafatnya al-Hasan (yakni al-Hasan bin Ali al-‘Askari yang dianggap sebagai imam kesebelas kaum Syiah), tidak seorang pun yang berpendapat imam <i>muntazhar </i>sebagai imam mereka yang kedua belas. Tidak ada seorang pun di zaman Ali dan zaman bani Umayyah yang menetapkan jumlah imam dua belas.” (<i>Minhajus Sunnah</i>, 4/209) Dua belas imam yang ditetapkan oleh kaum Syiah Imamiyah adalah:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <ol> <li>Ali bin Abi Thalib, Abul Hasan al-Murtadha</li> <li>Al-Hasan bin Ali, Abu Muhammad az-Zaki</li> <li>Al-Husain bin Ali, Abu Abdillah asy-Syahid</li> <li>Ali bin al-Husain Abu Muhammad, Zainul Abidin</li> <li>Muhammad bin Ali Abu Ja’far al-Baqir</li> <li>Ja’far bin Muhammad, Abu Abdillah ash-Shadiq</li> <li>Musa bin Ja’far Abu Ibrahim al-Kazhim</li> <li>Ali bin Musa Abul Hasan ar-Ridha</li> <li>Muhammad bin Ali, Abu Ja’far al-Jawad</li> <li>Ali bin Muhammad Abul Hasan al-Hadi</li> <li>Al-Hasan bin Ali, Abu Muhammad al-Askari</li> <li>Muhammad bin al-Hasan Abul Qasim al-Mahdi</li> </ol> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Namun, disebutkan dalam kitab yang paling pertama yang tampak dari kalangan Syiah, yaitu kitab Salim bin Qais, dia justru menetapkan bahwa jumlah imam itu ada tiga belas. Bahkan, dalam sebagian riwayat kaum Syiah, Ali bin Abi Thalib <i><i>radhiyallahu ‘anhu</i></i> tidak masuk dalam daftar sebagai imam yang berjumlah dua belas. Dalam kitab yang paling sahih menurut versi Syiah, terdapat riwayat</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> yang menerangkan bahwa imam mereka berjumlah tiga belas. Al-Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Ja’far, ia berkata, Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bersabda, <i>“Sesungguhnya aku dan dua belas imam dari keturunanku. Adapun engkau, wahai Ali, adalah kancingnya bumi, yaitu sebagai pancang dan bukitnya. Dengan kami,</i><i> </i><i>Allah </i><i><i>Subhanahu wata’ala</i></i> <i>mengokohkan bumi agar tidak</i><i> </i><i>lenyap bersama penghuninya. Jika dua</i><i> </i><i>belas dari keturunanku telah pergi, bumi</i><i> </i><i>ini akan lenyap beserta penghuninya</i><i> </i><i>dan mereka tidak memerhatikannya.”</i><i> </i>(<i>Ushul al-Kafi</i>, 1/534)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Demikian pula yang diriwayatkan dari Abu Ja’far, dari Jabir, ia berkata, “Aku masuk bertemu Fatimah. Di hadapannya ada lempengan yang di dalamnya bertuliskan nama-nama (imam) yang diberi wasiat dari keturunannya. Fatimah menghitungnya berjumlah dua belas. Yang terakhir adalah al-Qaim. Tiga di antara mereka bernama Muhammad, dan tiga di antara mereka bernama Ali.” (<i>Ushul al-Kafi</i>, 1/532)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Lihatlah, riwayat ini menyebutkan bahwa imam dua belas itu berasal dari keturunan Fatimah. Jadi, Ali bin Abi Thalib tidak termasuk dari kalangan imam mereka karena beliau adalah suami Fatimah, bukan anaknya. Adanya perselisihan penentuan jumlah imam, menunjukkan bahwa pembatasan dua belas imam tersebut sama sekali tidak dibangun di atas landasan yang jelas dari kitabullah atau sunnah Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>. Lantas bagaimana bisa hal ini dianggap sebagai bagian rukun Islam, bahkan menggantikan posisi dua kalimat syahadat?</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sumber: <a href="http://asysyariah.com/kajian-utama-syiah-dan-imamah/" target="_blank"><b>Majalah Asy Syariah</b></a></div>

Syi’ah dan Imamah

SYI’AH DAN IMAMAH   Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal Keimaman dalam agama Syiah adalah prinsip yang paling utama. Seluruh keyakinan dan seluruh riwayat mereka kembali kepada masalah keimamaha…

Read more »

Bantahan Untuk Syubhat Batil Kaum Khawarij

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ4ZDsQ8duWkg7mFFfmEySCp0-Ds8q11lZW_Hf22Ou-ECRjwewfu3vZclJfJriCCNRtREXnpgzWszDYsOI5D0hzHt-9NOyeitqpjavOCCA4It5kSA0co7gwi_KQw_qB16ZTqNJBLE3SNgy/s1600/Al-Haq+%252818%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ4ZDsQ8duWkg7mFFfmEySCp0-Ds8q11lZW_Hf22Ou-ECRjwewfu3vZclJfJriCCNRtREXnpgzWszDYsOI5D0hzHt-9NOyeitqpjavOCCA4It5kSA0co7gwi_KQw_qB16ZTqNJBLE3SNgy/s640/Al-Haq+%252818%2529.jpg" width="640" /></a></div> <br /> <b>BANTAHAN UNTUK SYUBHAT BATIL KAUM KHAWARIJ</b> <br /> <br /> <div style="text-align: justify;"> Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah al Jabiry حفظه الله</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bagaimana kita membantah orang yang berdalil bolehnya memberontak terhadap penguasa dengan alasan bahwa sebagian shahabat memberontak kepada khalifah (penguasa)?</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <b>Soal:</b></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue;">Ahsanallahu ilaikum (semoga Allah senantiasa berbuat baik kepada antum). Ini adalah pertanyaan keenam pada pelajaran ini. Penanya berkata, “Bagaimana kita membantah orang yang membolehkan untuk memberontak kepada penguasa dengan dalil bahwa Abdullah bin az-Zubair dan al-Hasan bin Ali -semoga Allah meridhai mereka- memberontak kepada khalifah?</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <b>Jawaban:</b></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue;"><i>Pertama: </i></span>Jangan kalian lupa terhadap apa yang telah saya sebutkan kepada kalian beberapa dalil,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: right;"> <blockquote class="tr_bq"> <span style="font-size: large;">((إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا))</span></blockquote> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Jika para shahabatku disebut, tahanlah (diri-diri kalian, pen)”</div> <div style="text-align: justify;"> Juga hadits,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <blockquote class="tr_bq"> <div style="text-align: right;"> <span style="font-size: large;">لا تسبوا أصحابي</span></div> </blockquote> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Janganlah kalian mencela para shahabatku.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: blue;"><i>Kedua:</i></span> Tidak ada ucapan seorangpun yang (dikedepankan, pen) setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita menahan (diri-diri kita) untuk bertindak zhalim kepada kedua shahabat tersebut dan para shahabat yang lainnya. Kewajiban kita semua adalah mendengar dan taat kepada wali amr (pimpinan) kaum muslimin.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> Alihbahasa; Ustadz Abu Bakar Jombang حفظه الله<br /> <a href="https://ia902701.us.archive.org/10/items/AsySyaikhUbaidBinAbdillahAlJabiry_201501/Bantahan%20Untuk%20Syubhat%20Batil%20Kaum%20Khawarij.mp3" target="_blank"><b><br /></b></a> Sumber : <a href="http://ar.miraath.net/fatwah/10431" style="font-weight: inherit;">http://ar.miraath.net/fatwah/10431</a><br /> <br /> <style type="text/css"> .seocipsmusic {border:2px solid#4eabff;background:url("###");color:#fff;color:#000; padding:3px; width:100%; height:auto} </style> <br /> <div class="seocipsmusic"> <div class="seocipsxpmusic"> <div style="padding: 10px;"> <span style="font-size: x-small;"><b>BANTAHAN UNTUK SYUBHAT BATIL KAUM KHAWARIJ<br /><b>Asy Syaikh Ubaid bin Abdillah al Jabiry حفظه الله</b></b></span></div> <div style="padding: 10px;"> <audio controls=""> <source src="https://ia902701.us.archive.org/10/items/AsySyaikhUbaidBinAbdillahAlJabiry_201501/Bantahan%20Untuk%20Syubhat%20Batil%20Kaum%20Khawarij.mp3"></source> </audio> <br /> <br /> <div style="text-align: left;"> <a href="http://alhaq.dke.web.id/" rel="dofollow" target="_blank" title="Download Audio"> <img alt="Download Audio" border="0" height="30px" onclick="window.open('https://ia902701.us.archive.org/10/items/AsySyaikhUbaidBinAbdillahAlJabiry_201501/Bantahan%20Untuk%20Syubhat%20Batil%20Kaum%20Khawarij.mp3'); return false;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEXb5ge2SNYFBAZl98PMhLL4RxxOncYQbQBulFxtbsWH-37NStQBksTcoieeCi-o4v_TLHG6F_BRHjXAHBEeuv4ST3zwLk7cUifgvGT6PZJ1_nfyqQ4q-wSUXLSTE-QfUvN7OqQE6cpLs/s1600/download.gif" width="100px" /> </a></div> </div> </div> </div>

• 
• 

1. 1
2. 2

• Previous
• Next

Bantahan Untuk Syubhat Batil Kaum Khawarij

BANTAHAN UNTUK SYUBHAT BATIL KAUM KHAWARIJ Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah al Jabiry حفظه الله Bagaimana kita membantah orang yang berdalil bolehnya memberontak terhadap penguasa dengan alasan bahwa s…

Read more »

Bantahan Terhadap Pihak Yang Menyamakan Antara: Watsiqoh Muhammad Al Imam dengan Fitnah Pemaksaan Keyakinan Bahwa Al-Qur’an Adalah Makhluq

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyTaZ0OwTTxFczNoOa6-jBkrEgD3M7684qOL2_RHMtmdZlgM4S2kf-hdtxBrIc_p1RQId9K3xAd7P4bF1i5yeWnCc4puCjacl_kLvJ7ZsTEus9A5W-MoECp8hdv5VPN8M-Lpcj0BeLvaGI/s1600/Al-Haq+%252817%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="358" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyTaZ0OwTTxFczNoOa6-jBkrEgD3M7684qOL2_RHMtmdZlgM4S2kf-hdtxBrIc_p1RQId9K3xAd7P4bF1i5yeWnCc4puCjacl_kLvJ7ZsTEus9A5W-MoECp8hdv5VPN8M-Lpcj0BeLvaGI/s640/Al-Haq+%252817%2529.jpg" width="640" /></a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <b>BANTAHAN TERHADAP PIHAK YANG MENYAMAKAN antara: WATSIQAH MUHAMMAD AL-IMAM, dengan FITNAH PEMAKSAAN KEYAKINAN BAHWA AL-QUR’AN ADALAH MAKHLUQ (pada masa al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah)</b></div> <div style="text-align: justify;"> <b> </b> </div> <div style="text-align: justify;"> <i>Asy-Syaikh Abul Abbas Yasin bin Ali Al-Adny hafizhahullah</i></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <blockquote class="tr_bq"> <div style="text-align: right;"> <span style="font-size: large;">بسم الله الرحمن الرحيم، والحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه. أما بعد:</span></div> </blockquote> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Telah muncul kekacauan yang aneh, perkara yang membingungkan, dan kerancuan yang mengherankan dari sebagian orang –semoga Allah memberikan taufiq kepada kita dan mereka– yaitu berkaitan dengan “Watsiqah” (Surat Perjanjian Damai) yang ditandatangani oleh Muhammad Al-Imam bersama kaum Rafidhah yang jahat dan hina. Watsiqah tersebut telah membuka fitnah yang besar terhadap Dakwah Salafiyah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka saya ingin mengingatkan orang-orang itu dan melenyapkan kerancuan yang tiba-tiba saja muncul dari mereka ini.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan hanya memohon pertolongan kepada Allah saja demi meraih tujuan yang diharapkan, maka saya katakan:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sesungguhnya memahami perbedaan-perbedaan dalam banyak hal, termasuk ilmu yang bermanfaat. Asy-Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah di dalam Al-Qawaid Al-Mutsla hal. 187:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <blockquote class="tr_bq"> <div style="text-align: right;"> <span style="font-size: large;">فتنبَّهْ للفَرق؛ فإن التنبَّه للفروق بين المتشابهات من أجود أنواع العلم، وبه يزول كثير من الإشكالات.</span></div> </blockquote> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Maka hendaknya engkau benar-benar memperhatikan berbagai perbedaan dengan seksama, karena memperhatikan berbagai perbedaan di antara perkara-perkara yang serupa termasuk jenis ilmu yang <b>PALING BAGUS</b>, dan dengannya akan hilanglah berbagai kesalahpahaman.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perbedaan antara Watsiqah Muhammad Al-Imam dengan fitnah pemaksaan keyakinan bahwa al-qur’an adalah makhluq, dari dua sisi:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <i><b>Pertama:</b> </i>Pihak yang melakukan memaksakan keyakinan al-Qur’an makhluq, adalah pihak penguasa (Al-Ma’mun), sehingga para ulama tidak mampu untuk lari darinya, karena semua negeri-negeri kaum Muslimin di bawah kekuasaannya. Bahkan ketika itu Al-Ma’mun memerintahkan para bawahannya agar “menguji” para ulama (apakah mau menerima doktrin tersebuat atau tidak, pen).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> As-Suyuthy berkata dalam Tarikh al-Khulafa’ hal. 227: “Dia (Al-Ma’mun –pent) menulis sebuah surat kepada bawahannya di Baghdad –yaitu Ishaq bin Ibrahim Al-Khuza’iy– agar “menguji” para ulama, di dalam surat tersebut dia mengatakan…”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun Muhammad Al-Imam maka sesungguhnya orang-orang yang dia menandatangani Watsiqah tersebut bersama mereka, bukanlah penguasa dan dia (al-Imam, pen) bisa lari dari mereka ke tempat yang aman.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bahkan Abu Malik Ar-Riyasy telah mengabarkan kepada saya bahwa Muhammad Al-Imam mengabarkan kepadanya ketika dia pulang dari haji, dengan mengatakan : <b>“SESUNGGUHNYA ASY-SYAIKH RABI’ MENYURUH SAYA AGAR KELUAR MENINGGALKAN MA’BAR.”</b></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <i><b>Kedua:</b> </i>Orang-orang yang memenuhi keinginan Al-Ma’mun dan menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluq, mereka melakukan hal itu hanyalah karena takut akan dibunuh.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adz-Dzahaby berkata dalam Tarikhul Islam (XV/21, tahqiq Dr. Umar Tadmury –pent): “Ketika itu Yahya bin Ma’in dan selainnya mengatakan: “Kami terpaksa memenuhinya karena takut terhadap pedang.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ash-Shafady berkata dalam Al-Wafy bil Wafayat, XXI/126: “Al-Farahayany dan selainnya mengatakan: ‘Orang yang paling mengetahui ilal (ilmu tentang cacat hadits –pent) di masanya adalah Ali Ibnul Madiny, dan yang nampak bahwasanya dia memenuhi ajakan untuk mengucapkan keyakinan Ibnu Abi Du-ad, karena takut terhadap pedang.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun Muhammad Al-Imam maka di sana tidak ada perkara yang sifatnya terpaksa yang mendorongnya untuk menandatangani watsiqah tersebut, hal itu sebagaimana yang dia nyatakan secara terang-terangan pada khutbah Ied. Hanya saja kaum itu bersahabat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan saudara kami Shalah Kantusy telah mengabarkan kepada saya bahwa ketika dia pergi ke Mafraq Hubaisy, Syaikh Abdul Aziz Al-Bura’iy berkata kepadanya:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <blockquote class="tr_bq"> <div style="text-align: right;"> <span style="font-size: large;">إن الإمام لم يترك لنا سبيلا من أجل أن ندافع عنه.</span></div> </blockquote> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Sesungguhnya Al-Imam tidak meninggalkan untuk kita sebuah jalan pun untuk membelanya.” (yakni tidak tersisa alasan apapun untuk bisa membela al-Imam, pen)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bahkan Abdurrahman Mar’iy telah mengabarkan kepada saya –hal itu disaksikan oleh beberapa orang yang lain– bahwa asy-Syaikh Abdul Aziz Al-Bura’iy hampir saja menulis bantahan terhadap Al-Imam, kalau saja masayikh yang lain tidak mengatakan kepadanya: “Yang afdhal kita keluarkan penjelasan yang sifatnya umum.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Mungkin saja ada yang mengatakan bahwa keterpaksaan yang mendorong Muhammad Al-Imam adalah khawatir Ditutupnya markiz Ma’bar.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Saya katakan: Apakah jika markiz Ma’bar ditutup berarti Dakwah Salafiyah akan lenyap?!</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bahkan saya katakan: Kalian tidak tahu barangkali penutupan markiz Ma’bar padanya terdapat kebaikan, hal itu karena para thullab Ma’bar bisa menyebar di seluruh pelosok negeri Yaman untuk mendakwahkan agama Allah, sehingga dakwah pun tersebar dan sulit bagi Rafidhah untuk mengikuti ke mana saja mereka dan menguntit mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Demikian juga dengan Muhammad Al-Imam, sungguh bisa jadi dia lebih memiliki waktu yang luang untuk ilmu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perhatikanlah berbagai warisan atau peninggalan dari Asy-Syaikh Al-Albany berupa tulisan maupun audio yang menyebar di belahan bumi barat dan timur serta utara dan selatan! Apakah beliau memiliki markiz?!</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Saya memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala untuk bisa meraih kebaikan yang kita inginkan, dan penjagaan dari kesalahan dan ketergelinciran padanya. Sesungguhnya Dia mampu dan Maha Kuasa atasnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ditulis oleh: Abul Abbas Yasin bin Ali Al-Adny</div> <div style="text-align: justify;"> Aden – Yaman</div> <div style="text-align: justify;"> Malam Ahad, 29 Shafar 1439 H</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sumber: <a href="http://www.tasfiatarbia.org/vb/showthread.php?t=14816">http://www.tasfiatarbia.org/vb/showthread.php?t=14816</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> WhatsApp Miratsul Anbiya Indonesia</div>

Bantahan Terhadap Pihak Yang Menyamakan Antara: Watsiqoh Muhammad Al Imam dengan Fitnah Pemaksaan Keyakinan Bahwa Al-Qur’an Adalah Makhluq

BANTAHAN TERHADAP PIHAK YANG MENYAMAKAN antara: WATSIQAH MUHAMMAD AL-IMAM, dengan FITNAH PEMAKSAAN KEYAKINAN BAHWA AL-QUR’AN ADALAH MAKHLUQ (pada masa al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah)   Asy-S…

Read more »

Kedudukan Asy-Syaikh Rabi’ Hafizhahullah Ta’ala Disisi Para Ulama

<div style="text-align: center;"> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwQ1oDSk6qNFYyddC_WUw4kSdhUal17hZ4EXMXTQNWtcpbAHEMiKkAb1S_itAyoPxr3OLOjUzMb6jI1_hqWUaFnSmUfNKTRfXd7F4QHaOgL-iCtK2MjRXcpJKLQuZ41-wKUfjxf-s_WmlI/s1600/Al-Haq+%252830%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwQ1oDSk6qNFYyddC_WUw4kSdhUal17hZ4EXMXTQNWtcpbAHEMiKkAb1S_itAyoPxr3OLOjUzMb6jI1_hqWUaFnSmUfNKTRfXd7F4QHaOgL-iCtK2MjRXcpJKLQuZ41-wKUfjxf-s_WmlI/s640/Al-Haq+%252830%2529.jpg" width="640" /></a></div> <br /> <b>KEDUDUKAN ASY-SYAIKH RABI’ HAFIZHAHULLAH TA’ALA DI SISI PARA ULAMA</b> </div> <div dir="ltr" style="text-align: left;"> <br /> <div style="text-align: justify;"> <div style="text-align: center;"> <i>Ditulis oleh; Al-Ustadz Abu Umar Ibrahim Hafizhahullah</i></div> </div> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Syaikhuna Abul ‘Abbas Yasin al-‘Adeny hafizhahullah Ta’ala berkata ketika menjelaskan sebuah lafadz yang dipakai oleh ahlul kalam,<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> “Merupakan perkara yang sudah diketahui, bahwa manusia yang paling berilmu tentang berbagai istilah (bid’ah dan sesat) dalam ilmu kalam, filsafat, dan mantiq adalah ahlus sunnah wal jama’ah.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Akan tetapi, siapakah ulama yang paling berilmu tentang istilah-istilah tersebut?<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Beliau adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Ta’ala. Maka, semestinya seorang sunni mengetahui kedudukan tokoh ulama besar ini.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> <div style="text-align: justify;"> Beliaulah yang meneliti lafadz-lafadz tersebut, mengetahui makna-maknanya, dan menerangkan kepada manusia (tentang kebatilannya), sehingga mereka bisa berjalan (dengan bimbingan ilmu) di atas petunjuk dan al-haq.<br /> </div> Dan dengannya pula mereka bisa mengetahui kebatilan (yang ada padanya), sehingga mereka bisa menjauhinya.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Demikianlah Allah memberikan anugerah kepada kita dengan keberadaan para ulama yang selalu menerangkan al-haq kepada manusia, sehingga mereka bisa berjalan di atasnya, dan menerangkan kebatilan sehingga mereka pun bisa menjauhinya.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Dan kita -alhamdulillah- di masa ini, diberikan kenikmatan dengan keberadaan para ulama yang menerangkan kepada manusia berbagai lafadz-lafadz bid’ah yang  dilontarkan oleh Ikhwanul Muslimin, Hasaniyyun, Ashabul Jam’iyyat, Hajuriyyun, dan seluruh ahli bid’ah.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Dan manusia yang paling berilmu dengan berbagai istilah dan lafadz-lafadz yang dipakai oleh ahlul bid’ah di masa kita ini adalah ASY-SYAIKH RABI’ hafizhahullah Ta’ala.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Beliau adalah manusia yang paling memahami dan mengilmui tentang berbagai lafadz-lafadz dan istilah-istilah yang dipakai oleh ahlul bid’ah.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Dan sebagaimana yang diucapkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah Ta’ala, dan ini adalah faedah yang semestinya ditulis.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> ASY-SYAIKH AL-ALBANI BERKATA:  <b>“AKU TELAH MEMBACA KITAB-KITAB ASY-SYAIKH RABI’, DAN AKU TIDAK MENDAPATI SATU KESALAHAN PUN PADANYA.”</b><br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Ucapan kami yang menyatakan bahwa Syaikhul Islam adalah manusia yang paling mengetahui tentang berbagai istilah tersebut, dan berbagai lafadz dalam ilmu kalam, filsafat, dan mantiq, bukan bermakna bahwa tidak ada ulama lain yang mengetahui tentang hal itu. Bahkan, didapati dari kalangan ulama seperti Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, adz-Dzahabi, dan selain mereka dari kalangan ulama yang mengetahui tentang hal itu.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Begitu pula, kalau kita mengatakan bahwa Asy-Syaikh Rabi’ adalah manusia yang paling mengetahui tentang firqah-firqah sesat, bukan bermakna bahwa tidak ada ulama lain yang berbicara tentang ahlul bid’ah. Bahkan -alhamdulillah- bersama kita terdapat banyak ulama yang berbicara tentang mereka, seperti: Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, Asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri; demikian pula di negeri Yaman, seperti: Asy-Syaikh al-Wushabi, Asy-Syaikh al-Bura’i, Asy-Syaikh al-Imam, dan selain mereka. Mereka semua berbicara tentang ahlul bid’ah, menyingkap dan membongkar kedok mereka.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Akan tetapi, apabila dikatakan bahwa manusia yang paling berilmu (tentang suatu perkara) adalah ulama Fulan,  bukan bermakna bahwa hal itu menafikan keilmuan/pengetahuan ulama yang lain.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Maka, sungguh kita bergembira dengan nikmat yang agung ini.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Kita memuji Allah atas anugerah nikmat yang sangat besar ini, yakni nikmat berupa keberadaan para ulama yang selalu menerangkan al-haq kepada manusia, memerintahkan mereka dengannya, dan menjauhkan umat dari berbagai kebatilan.”<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Wallahu a’lam bish shawab.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Fawaid dari dars Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal 1435 H/13 Januari 2014, oleh Syaikhuna Abul ‘Abbas Yasin al-‘Adeny hafizhahullah Ta’ala di Markiz Daril Hadits al-Fiyush.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Semoga Allah Ta’ala selalu menjaganya dari segala makar, dan keburukan.</div>

Kedudukan Asy-Syaikh Rabi’ Hafizhahullah Ta’ala Disisi Para Ulama

KEDUDUKAN ASY-SYAIKH RABI’ HAFIZHAHULLAH TA’ALA DI SISI PARA ULAMA Ditulis oleh; Al-Ustadz Abu Umar Ibrahim Hafizhahullah Syaikhuna Abul ‘Abbas Yasin al-‘Adeny hafizhahullah Ta’ala berkata ketika me…

Read more »

Menjadi Suami Yang Terbaik (Bagian 1)

<div style="text-align: center;"> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNRgwPCAMO8EN_HMGgYEiRWjlgs7rN33fHbyVZxxQmh-2ah4vH9rgg-basoL1pvsXpQ8QMrk4XXNGg-q7iJrZqY-c9WxNNIRByhlaTKZoVDNaIKaJw0vALm-EGDsdHgoVnQQsM3_-a5GVC/s1600/Al-Haq+%252829%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNRgwPCAMO8EN_HMGgYEiRWjlgs7rN33fHbyVZxxQmh-2ah4vH9rgg-basoL1pvsXpQ8QMrk4XXNGg-q7iJrZqY-c9WxNNIRByhlaTKZoVDNaIKaJw0vALm-EGDsdHgoVnQQsM3_-a5GVC/s640/Al-Haq+%252829%2529.jpg" width="640" /></a></div> <br /> <i><b>Ditulis oleh: Ustadz Abu Umar Ibrahim <b><i>Hafizhahullah</i></b></b></i></div> <div style="text-align: center;"> </div> <div dir="ltr"> <br /> <div style="text-align: justify;"> Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah Ta’ala berkata di dalam kitabnya Manhajus Salikin:</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya kepada keluarga (istrinya).” (HR. at-Tirmidzi dan ad-Darimi)<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Asy-Syaikh Abdurrahman al-’Adeny hafizhahullah Ta’ala menjelaskan:<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Hadits di atas adalah hadits yang hasan.<br /> <br /> Padanya terdapat seruan kepada para suami agar berakhlak yang baik kepada istrinya.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Akhlak yang baik merupakan perangai yang seharusnya ada pada diri seseorang.<br /> <br /> Akhlak yang baik merupakan bukti atas kesempurnaan iman.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Wahai suami,<br /> <br /> istri adalah manusia yang paling berhak mendapatkan perlakuan yang baik darimu.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Wahai suami,<br /> <br /> Tidak sepantasnya dirimu bermuka manis, berperilaku santun kepada orang lain, sementara kepada istrimu sendiri, kamu berbuat jelek.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Dengarkan kembali sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya kepada keluarga (istrinya).”<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Subhanallah, resapi dengan baik….<br /> <br /> Ini adalah peringatan yang agung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi para suami,<br /> <br /> agar mereka berakhlak yang baik kepada istrinya.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Wallahu a’lam bish shawab.<br /> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Bersambung, insya Allah…<br /> </div> <div style="text-align: justify;"> Fawaid dari dars Manhajus Salikin bab: ‘Isyratin Nisa oleh Asy-Syaikh Abdurrahman al-’Adeny hafizhahullah Ta’ala di Markiz Daril Hadits al-Fiyush.</div>

Menjadi Suami Yang Terbaik (Bagian 1)

Ditulis oleh: Ustadz Abu Umar Ibrahim Hafizhahullah Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah Ta’ala berkata di dalam kitabnya Manhajus Salikin: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang…

Read more »