Ditulis oleh: Al-Ustadz Idral Harits Hafizhahullah
Kembali kita berbagi, semoga Allah jadikan kita termasuk orang-orang
yang mau mengambil peringatan dan petunjuk,yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya berdasarkan bimbingan ulama ahlissunnah. Lebih-lebih lagi, al
haq atau al hikmah adalah barang berharga orang-orang mukmin yang
tercecer, maka siapapun yang menyerahkan kepadanya,itu adalah
miliknya..dan sudah tentu,orang mukmin pasti mengetahui itu adalah
miliknya,karena Allah telah meletakkan dalam hatinya al furqan, sebagai
buah taqwAllah yang selama ini dipupuk dan ditumbuh kembangkannya.
Semoga Allah merahmati Ats Tsauri yang pernah mengatakan bahwa tidak ada yang paling berat beliau tangani selain masalah niat..
begitu pula halnya yang dirasakan oleh Sahl bin Abdullah At Tustari
yang berkata, ”Tidak ada sesuatu yang lebih berat dirasakan oleh nafsu
dari pada keikhlasan. Sebab, nafsu tidak menerima bagian sama sekali di
dalamnya..!
Sungguh, niat yang ikhlas bukanlah hiasan bibir, tetapi keadaan hati yang hanya mengharap Wajah Allah.
Yusuf bin Al Husain ar Razi berkata,”Yang paling sulit (juga paling
mulia) di dunia ini adalah ikhlas. Betapa sering aku berupaya keras
menghilangkan riya dari hatiku, namun seakan-akan dia tumbuh lagi di
dalamnya dalam corak warna yang lain.”
Riya adalah dosa besar dan dia adalah sifat orang-orang
munafik. sebagaimana diterangkan Allah Ta’ala dalam firmanNya (an nisa’
142). Allah Ta’ala juga mengancam mereka (al ma’uun 4, dst).
Mereka yang di ancam ini ternyata adalah orang-orang yang mengerjakan shalat.
Sahwu yang di sebut dalam ayat ini ialah lalai dari apa yang wajib dalam shalat, bisa jadi lalai dari waktu, sebagaimana menurut ibnu Mas’ud dll. Bisa pula dari hadirnya hati dan lalai dari ke khusyukan.
Allah Ta’ala mengisahkankan bahwa kaum munafik itu juga shalat,
tetapi Allah Ta’ala sifati mereka dengan lalai, yaitu dari waktunya yang
wajib, atau dari keikhlasan dan hadirnya hati yang wajib.
Oleh sebab itu, mereka dikatakan riya.
Ibnul Qayyim merajihkan, bahwa makna ayat ini ialah mereka meremehkan waktunya dan cara menunaikannya.
Mereka suka menunda-nunda pelaksanaannya sampai habis.
Mereka tidak memerhatikan shalatnya, tidak menjaga waktu dan
syarat-syaratnya, tidak peduli apakah dia shalat ataukah tidak. Orang
munafik itu tidak meyakini wajibnya shalat, mereka hanya menampakkan
kepada kaum muslimin bahwa mereka shalat, kalau sendirian, mereka tidak
shalat.
Dalam Ayat ke lima Allah menerangkan bahwa sifat mereka ialah tidak
mengerjakan shalat yang mereka lakukan secara lahiriah, sebagaimana yang
dikerjakan kaum muslimin yang hakiki, bahwa shalat itu wajib dan
mendekatkan diri kepada Allah.
Adapun firman Allah:
للمصلين
(Bagi orang-orang yang shalat), adalah inti dari
الذين يكذب بالدين….
(Yaitu orang-orang yang mendustakan agama…)
dengan demikian seakan-akan maknanya ialah kecelakaanlah bagi mereka
yang shalat, karena lalai dari shalatnya, riya dan tidak mau meminjamkan
sesuatu biarpun remeh..
Kata syaikh Sa’di, kalau dengan yang kurang berharga saja dia tidak
mau meminjamkan karena kikirnya, lebih-lebih lagi barang yang
berharga. Dalam ayat ini tidak dikatakan lalai dalam shalatnya, karena
tentang hal ini siap apapun bisa mengalami, dan karena itulah di
syariatkan sujud sahwi.
Ringkasnya, lalai dari shalat adalah perbuatan orang yang munafik, sedangkan lalai dalam shalat bisa menimpa orang yang beriman.
Wallahu a’lam.