مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىٰ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Tidaklah ada dalam hikmah Allah, membiarkan kaum mukminin sebagaimana kamu saat ini, yaitu bercampur aduk, tanpa ada perbedaan sama sekali, hingga Allah memisahkan yang baik dari yang buruk, memisahkan mukmin dari munafik, dan yang jujur dari yang dusta.
Karena itu, sesuai dengan hikmah Allah yang nyata, Dia memberi ujian kepada hamba-Nya, dengan berbagai hal yang akan memisahkan yang buruk dari yang baik. Maka Allah utus para Rasul-Nya dan memerintahkan mereka taat dan tunduk serta beriman kepada para Rasul itu. Akhirnya, manusia terbagi menjadi dua golongan, sesuai dengan sikap ittiba’ mereka kepada para Rasul tersebut, yaitu; mereka yang taat dan mereka yang durhaka.
Dan ada di manakah kita? Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa yang taat kepada beliau akan masuk surga, sedangkan yang enggan masuk surga adalah mereka yang durhaka kepada beliau.
Rasulullah sudah mengingatkan pula agar kita berpegang dengan sunnah beliau dan sunnah khulafaurrasyidin yang terbimbing.
Kemudian, marilah kita camkan firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nisa 115 :
ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين لهم الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى و نصله جهنم وساءت مصيرا…
Karena itu alangkah pantas kita ingat kata-kata Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :
اتبعوا ولا تبتدعوا، قد كفيتم…
لن يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها…
Subhanallahi. Kita salafiyyun, di hadapan kita ada ulama rabbani, waliduna al ‘allamah Rabi’ bin Hadi hafizhahullah, beliau selalu mengikuti perkembangan dakwah salafiyah di tanah air sejak hampir seperempat abad. Bahkan beliau sangat memahami hampir semua persoalan yang ada dalam perjalanan dakwah ini, baik yang terkait dengan dakwahnya maupun sebagian pengusungnya. Itulah karunia Allah buat salifiyin.
Beliau telah dan sejak dahulu menyampaikan nasehatnya buat kita salafiyin, terakhir dengan tahdzir tersebut.
Kalaupun diingkari, dan dibantah, sesungguhnya itu adalah nasehat berharga, tidak ingatkah kita dengan kasus Ka’b bin Malik dan dua sahabat utama lainnya? Jelas mereka radhiyallahu ‘anhum bukan munafik, tetapi diboikot selama 50 hari 50 malam, sampai bumi terasa sempit padahal begitu luasnya, bahkan jiwa mereka sesak, dalam keadaan tidak ada selama ini tanda nifak pada diri mereka. Sementara di hadapan kita, tersebar kenyataan adanya penyimpangan dan pemalsuan bahkan kedustaan sehingga sangat layak untuk dibeberkan?
Manakah yang lebih layak diboikot, dihajr atau dijauhi? Oleh sebab itu, salafiyin hendaklah jujur dalam menilainya, hendaklah kita bertaubat kepada Allah, dengan jujur, karena jujur adalah pilihan orang yang mulia dan merdeka.
Bisa jadi kekeruhan yang kita lihat ini karena dosa yang kita lakukan, maka bersegeralah bertaubat kepada Allah. Lebih-lebih mereka yang ditahdzir.
Keikhlasan adalah kunci semua itu. Siapa yang niatnya ikhlas dalam al-haq, meskipun terhadap dirinya, niscaya Allah cukupi antara dia dan manusia. Siapa yang berhias dengan apa yang tidak ada padanya, Allah tentu membuatnya buruk.
Seorang hamba, jika dia ikhlas karena Allah Ta’ala, tujuan dan cita-citanya adalah mengharapkan wajah Allah semata, niscaya Allah pasti bersamanya. Karena itu, jika seseorang melaksanakan yang haq terhadap orang lain dan dirinya lebih dahulu, dan semua itu dengan pertolongan Allah dan karena Allah, tidak ada yang dapat mengalahkannya, meskipun langit dan bumi bersatu melakukan makar terhadapnya.
Sebaliknya, jika seseorang berada dalam kebatilan, dia tidak akan ditolong, dan seandainya ditolongpun kesudahannya yang baik tidak akan diraihnya. Bahkan dia akan terhina dan tercela.